Uwoo, akhirnya bisa juga rihlah kecil-kecilan ke Lombok Selatan. Lampaq-lampaq dalam bahasa sasak berarti jalan-jalan. Beberapa kali aku sering nulis tentang pusat-pusat wisata di Lombok seperti Senggigi, Gili, Kute, dan beberapa tempat popular lainnya. Tapi jujur, aku sendiri nggak pernah ke tempat-tempat yang aku tulis, Hihi. Artikel wisatanya jadi full dengan referensi dari nona gugel yang aku lengkapi dengan hasil tanya-tanya ke temen yang sering nongkrong ke tempat-tempat itu. Miris? Dikit se… makanya berbekal rasa malu (soale aku asli Lombok tapi nggak pernah jelajah pulau sendiri) aku mutusin buat mulai perjalanan muter-muter ke Lombok Selatan Sabtu kemarin. Telepon sana-sini akhirnya aku berhasil merekrut Lulu si Toekang Poetret. Haha
Akhirnya jadilah kami menjelajah hari Sabtu. Lokasi pertama yang aku datengi tu di BIL (Bandara International Lombok). Terakhir aku ke sana cuma lewat dalam rangka ke rumah teman. Kolot banget akunya ya, belum ke BIL. Hadeeeee kemarin ke sana sok-sok an keliatan mau jemput orang, haha.. tahunya Cuma numpang nemenin Lulu ngambil uang di ATM. Itupun Cuma 50 rebo. Kalo aku rasanya keliatan banget jadi backpacker kere, wong nggak bawa uang sepeserpun, tanggal tua. Jadi aku bener-benar bersandar ama si Lulu hahaha, tapi dalam hati berniat akan mentraktirnya pas gajian nanti *semoga inget.
Jalan menuju Lombok Selatan terbilang uda mulus, beda banget dengan terakhir kali aku ke sana. Dulu masih ada gundukan tanah dengan debu-debu seperti di Arab. Sekarang mah uda rada adem, ada banyak pepohonan yang bikin perjalanan lumayan nyaman.
BIL ternyata nggak jauh beda dari hasil penelusuran aku di google. Masih kesorot beberapa kekurangan. Atap bocor, pas masuk ada ember di tengah jalan nengok ke atas eh atepnya rada bolong. Belum lagi ada beberapa kaki lima yang mejeng depan jalan masuk. Jual sandal jepit sampe balon mainan berbentuk bebek juga ada. Ok, aku nggak niat buat negkspos kekurangannya tapi cuma kasi gambaran aja. Moga-moga dengan pemerintahan TGB yang kedua kalinya BIL bisa lebih menawan *pray
Desa Sade
Papan Ucapan Selamat Datang di Sade |
Dari BIL kami lanjut menuju Desa Sade. Sebuah desa tradisional Sasak yang katanya belum terjamah modernisasi. Letaknya gampang ditemukan. Lokasinya berada tepat di pinggir jalan ditambah lagi emang ada papan nama gede kayak gambar aku di samping. So kemungkinan besar nggak bakal nyasar!
Nyoba nyesek, sumpah aku nggak ngerti! |
Sebenarnya dulu pernah ke sini, hanya saja kurang ngeksplore. Cuma tuing-tuing biasa, nyelepong-nyelepong gitu. But kali ini aku puas-puasin jepret sana-sini. Masuk rumah sana masuk rumah sini (untung nggak diteriaki maling). Aku sebenernya naksir
sama songketnya, tapi berhubung nggak ada uang, aku cuma melototin aja sambil dalem hati berdoa someday bisa bawa kabur satu songket. Penduduk desa Sade full sasak. Katanya gadis-gadis Sade emang diusahakan menikah dengan pemuda yang juga berasal dari Sade, istilahnya menjaga darah asli Sade (ceileee). Para gadis di desa ini punya satu syarat mutlak jika ingin menikah yakni mereka harus bisa menenun atau bahasa sasaknya ‘nyesek’ (dengan huruf e untuk bebek). Tapi aku rasa itu bukan hal sulit, sejak lahir mereka toh udah akrab dengan alat tenun, juga berkawan karib dengan benang-benang. Hehe aku nyoba-nyoba tu alat tenunnya.
sama songketnya, tapi berhubung nggak ada uang, aku cuma melototin aja sambil dalem hati berdoa someday bisa bawa kabur satu songket. Penduduk desa Sade full sasak. Katanya gadis-gadis Sade emang diusahakan menikah dengan pemuda yang juga berasal dari Sade, istilahnya menjaga darah asli Sade (ceileee). Para gadis di desa ini punya satu syarat mutlak jika ingin menikah yakni mereka harus bisa menenun atau bahasa sasaknya ‘nyesek’ (dengan huruf e untuk bebek). Tapi aku rasa itu bukan hal sulit, sejak lahir mereka toh udah akrab dengan alat tenun, juga berkawan karib dengan benang-benang. Hehe aku nyoba-nyoba tu alat tenunnya.
Jarak rumah di Sade deket banget jadi tercipta lorong kecil gini |
Papuk ini jual gantungan kunci murah |
Mereka juga terbiasa dengan pengunjung, lumayan ramah dan terbuka. Mereka dengan sukarela memasang senyum untuk berpose walaupun ada juga yang malu-malu. Tapi gencar juga menawarkan barang dagangan yang berupa kerajinan mulai dari kain songket, tas, gelang, kalung, hingga gantungan kunci. Saran aku se, mending compare dulu harga barang dari satu rumah ke rumah yang lain. Soalnya pengalaman kita hari itu harga ternyata bisa beda jauh dari satu pedagang dengan pedagang berikutnya. Untuk mainan kunci yang terbuat dari kayu ini, dihargai 10 rebo oleh si gadis muda Sade tapi begitu bertemu papuk (nenek-nenek) kami diberi dengan harga 5rebo, no bargain karena si papuk katanya perlu banget uang buat beli sirih.
Kami juga liat-liat masjid traditional di sana, letaknya di tengah desa. Adem se suasananya ndesa banget (ya iyalah!). Bangunan rumah di desa Sade pendek-pendek, jadi kalau mau masuk mesti nunduk. Bahan pembuatannya pun dari bahan alam, bamboo, alang-alang dan lantai yang masih dari tanah. Tapi ini justru jadi uniknya, mungkin next nya aku bakalan ke sini dan minta guide buat ngejelasin tentang sejarah dan rincian lain tentang Sade. Kali ini cuma berkunjung foto-foto but lain kali aku bakalan nulis dengan gaya formal n ilmiah plus data bila perlu.
Menuju Kute
Kuta, kadang orang sini nyebutnya Kute. Nama yang sama se seperti di Bali. Tapi Kuta di Lombok lebih sepi (ini kata Nona Gugel—aku nggak pernah nengok Kuta Bali soale). Aku pernah baca-baca soal masterplan Mandalika Resort, jadi pas ngeliat papan tulisan di sana aku jadi ngudeng sendiri kalo ini toh yang bakalan direncanain jadi area keren di Lombok.
Mendekati Kute kami melihat banyak art shop dan homestay juga resort yang menawarkan tempat menginap (ya iyalah lu kata resort gunanya apaan?). Khilafnya, aku nggak catet nama-nama penginapannya jadi nggak bisa kasi referensi lengkap (maaf).
Pantai Kute Lombok (Asli fotonya!) |
Kute Lombok |
Aku bareng Lulu langsung menuju pantai, uwooo Subhanallah. Beautiful… sama dengan yang aku baca di internet. Pasir putih, air dengan warna biru kehijauan, bukit-bukit hijau yang mengelilingi plus batu-batu karang yang kokoh bikin aku cuma bilang wow,wow selama di sana. Aku langsung jepret sana sini, pose begini begitu puas! Liat airnya rasa hati ini pengen nyemplung, tapi berhubung aku nggak bisa berenang akhirnya aku Cuma main air sebatas lutut. Kute emang nggak terlalu ramai, jadi serasa pantai milik pribadi. Bebas main di pasir putih mericanya, tipe pasir yang kusuka karena nggak bikin kotor. Mendekati waktu Zuhur kami memutuskan untuk beristirahat di sebuah warung pinggir pantai. Ya warung murah yang cukup buat kantong, menunya mie rebus rasa tawar (kebanyakan air haha), es, gorengan dan aneka snack 5 ratusan. Warung ini milik seorang perempuan berdarah Jawa namanya Mba Riska. Dia menikah dengan orang Sade dan tinggal di Kute. Pertama ngelihat aku kira dia emang orang Lombok soale fasih amat bahasa Sasak dialek Kute (Aku aja nggak fasih dan rada lemot ngartiin logat Kute). Dia ramah banget, aku numpang wudhu dan sholat di warungnya, plus numpang isi baterai kamera (ada listrik ding!) Alhamdulillah banget Allah ngasi kemudahan buat kami nemu tempat istirahat dan ibadah.
Ardi, Tomy,Febri dan Rian (gak tahu asli apa nggak namanya) |
Saat sedang santay, tiba-tiba datang 4 anggota boyband cilik, ya Di kute emang banyak yang menjajakan barang dagangan. Nggak jauh beda dengan di Sade. Dan mereka rata-rata pantang nyerah saat menjajakan barang dagangannya. Aneka macam rayuan dan jurus iklan akan mereka keluarkan. Tuh foto waktu aku lagi bargain harga gelangnya. Sebenernya aku nggak terlalu demen dengan gelang atau kalung, tapi ngelihat perjuangan mereka aku akhirnya beli juga. Aku bilang aja syaratnya harus ikut foto bareng aku. Mereka setuju, jadilah aku dan Lulu membeli 4 gelang seharga 3 ribu rupiah per biji dari mereka. Keliatannya se happy banget. Uangnya langsung mereka pake belanja, beli gorengan di warung Mba Riska.
Riska menanyakan dimana kami menginap, kami sempat ngikik sebentar lalu dengan jujur menjawab bahwa kami hanya dua gadis yang menghabiskan weekend di tanggal tua dengan jalan-jalan tanpa sangu. Riska hanya tersenyum sambil menawarkan warungnya untuk tempat menginap, dia juga menjelaskan bahwa malam hari kami bias menonton drama live di desa Sade (ow, baru tahu ada pentas teater). Tapi ya… ujungnya kami tetap pada keputusan untuk tidak menginap. Ya.. maybe next time ya Mba Ris..
akhirnya beli juga '.' |
Saat melangkah menuju parkiran, kami bertemu dengan pedagang cilik lainnya, saat mereka sudah mulai mendekat aku langsung memperlihatkan 3 buah gelang di tanganku. Biar mereka nggak nawarin dagangannya lagi. Jurus ampuh untuk nolak tanpa ngomong.
Tanjung A’an
Selepas zuhur dan mengisi perut. Perjalanan berlanjut menuju Tanjung A’an. Sebenarnya sempat tergoda untuk ke pantai Seger, tapi kami memutuskan untuk tak belok ke Seger dan lurus saja ke A’an. Rame wuih, mungkin karena Sabtu maren public holiday ya jadinya emang banyak yang berkunjung. Kebanyakan se anak-anak yang habis ulangan dan ujian sekolah. Acara perpisahan gitu. Lulu menyebut-nyebut Batu payung sebagai tujuan terakhir, niatnya ke sana setelah dari Tanjung A’an tapi ternyata baterai kamera habis. So ke Batu Payung tanpa kamera itu sama dikenanya dengan Hoax. No picture yang bisa jadi evidences bahwa kami emang ke sana.
Di Tanjung A'an |
Di Tanjung A’an kami juga bertemu banyak pedagang kerajinan, kali ini terdiri dari inaq-inaq dan gadis ala-ala kembang desa gitu. Mereka menawarkan songket. Aku pasang jurus lagi dengan memperlihatkan gelang di tangan kiri yang aku beli di Kute. Isyarat bahwa kenang-kenangan yang kami beli dari sini cukup gealng saja (lagi kere bu!)
Tanjung A’an punya nuansa yang hampir sama dengan Kuta. Mungkin karena sederet kali ya, kami naik ke bukit kecilnya sambil foto-foto. Pemandangan dari atas oke juga. Udah lama nggak ngerasa se free itu. Memandang ciptaanNya dan diam-diam memujiNya. Alam bisa jadi bahan perenungan yang dalem. Al-Qur’an juga menyebutkan tentang perintah untuk mentadaburi Alam,
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekiNya. Dan hanya kepadaNyalah kamu dibangkitkan’ (QS.67:15)
Semoga Allah berkenan memberiku kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat lain, merasai sujud di belahan bumi yang lain. Mengenal ciptaanNya, ya.. mengenalNya.
huaaaa....
ReplyDeletehayooo kita kesana lagi kak,,
^_^
next journey kita ke gili yak ..
Hahaha telat aku bales.. qt uda ke Gili kan? Hanay saja belum aku posting catatan perjalanan kita. Pokoke dari kita bertiga cuma ente yang uda posting.. #sambil nanya kok bisa se anak ini rajin ngepost!
Deletekarna ada modem kak -_-
Deleteefek insomnia, jadi sebelum tidur wajib nulis dulu hehehe