foto ini diambil oleh si Toekang Poetret (Lulu) |
Alhamdulillah,akhirnya sampai juga, kami menginjakkan kaki di Terawangan pada pukul 4 sore. Sudah masuk waktu Asar, kami langsung bergerak mencari
masjid.
masjid.
Byur keciprak kecipryut *wudhu bok!
Masjid di Terawangan |
Si Toekang Poetret lagi Tilawah |
Lalu kami menata diri membuat lingkaran. Sejenak mentaujih hati dan merenung tentang alur perjalanan kami hari ini. Tentang bagaimana sebuah rencana ternyata harus tunduk pada kekuasaan Allah. Bukan hanya karena Allah Maha Kuasa, tapi karena Allah juga Maha Tahu.. Maha Tahu yang terbaik untuk kami.
Selanjutnya, kami menghabiskan waktu sore berjalan-jalan, muter sana muter sini, melihat ini, melihat itu dan akhirnya mendudukkan pantat menunggu magrib di tepi pantai sambil melihat mister bule nekat yang berenang melawan ombak *pengeen tapi apa daya gue gak bisa renang!
Penampakan Jalan di bagian depan Terawangan |
Seperti yang banyak ditulis di internet, di Gili Terawangan memang tidak ada kendaraan bermotor. Alat transportasi di sini cuma ada dua, sepeda dan cidomo. Sepanjang jalan akan banyak kita lihat sepeda berderet dan tempat penyewaan sepeda dengan tulisan FOR RENT. Sayangnya kami tidak menyewa sepeda waktu itu *next time aja cling!
Cidomo atau kadang disebut Cikar dalam Bahasa Sasak |
Next Time *mau sewaa |
tentu saja, ada aneka kerajinan yang dijual hooooo |
Fasilitasnya katanya lebih lengkap dibanding Gili lain, ada beberapa mesin ATM, seperti Mandiri dan BNI juga Bank lain. Homestay, bungalow, hotel, restaurant, cafe, spa, juga tempat nongkrong yang menyediakan Wifi gratis. Sorry nggak bisa kasi review lebih lengkap soale kami cuma keliling di bagian depan saja, belum muter secara keseluruhan : *tekad next time bakalan lebih menjelajah!
Bukan Nyai Pantai Terawangan |
Magrib pun tiba.. saya berjalan kucluk-kucluk ke arah pantai
Byur byar keciprat kecipryut *wudhu lagi bok!
Beberapa menit kemudian, kami bertiga terlihat khusyuk dalam sujud di atas pasir Terawangan. This is my first time sholat di tepian pantai. Jezzzzz.. something kerasa ngalir di sini, di hati.
Penginapan Murah 100 Ribu di Gili Terawangan, LUCKY ROOM.
Oke kami kere dan nekat nyebrang ke Gili dengan budget yang minim banget. Jadi begitu menemukan tempat menginap murah, sudah sewajarnya kami say Hoorray, lonjak-lonjak kayak ulet nangka! dan tentu saja syukuuur
Mungkin karena muka kami polos, lugu dan memelas, kami diberikan harga sewa kamar 100.000 permalam. Murah sangat! Sebenarnya harga sewa minimalnya 150.000 permalam. Tapi ya itu tadi, penampilan unyu kami yang seperti mahasiswa polos dengan tampang memelas dapat meluluhkan hati pemilik penginapan. Hihihi.. Kamarnya besar, ada kipas angin, lemari, tempat tidur ukuran besar, dan tentu saja kamar mandi yang oke. Kamar lain ada yang pake AC tapi tentu saja lebih mahal.
Penginapan LUCKY ROOM nampak depan, di foto abis Subuh :) |
Penginapan ini berada di dekat masjid Terawangan, di samping masjid ada gang. Lurus aja nanti akan ada juga papan petunjuk bertuliskan LUCKY ROOM atau LUCKY BOOK SHOP kayak gini.
deket masjid ntar ketemu papan-papan petunjuk gini |
Penginapan ini dikelola oleh Pak Heru, bapaknya baik dan welcome banget. Jadi selain mengelola tempat penginapan, beliau juga mengelola sebuah Book Shop namanya LUCKY BOOK SHOP. Novel-novel dan buku yang ada di sana biasanya berasal dari para lady bule dan mister bule yang tukar tambah novel di pak Heru *tumben denger ne ada tukar tambah novel. Jadi nggak heran kalau novelnya kebanyakan berbahasa asing, in English kebanyakan tapi ada juga bahasa asing lain yang saya nggak bisa terawang. Jadi misalnya kalian punya novel dan ingin kalian tukar dengan novel koleksinya pak Heru itu bisa aja, jadi ntar kalian akan dikenai biaya setengah harga dari buku yang kalian mau. Saya dapat satu novel di sana, novel One Day nya David Nicholls.
rak buku di Lucky Book Shop |
Lagi milih buku sambil denger cerita Pak Heru |
O ya ini kartu nama Pak Heru, mungkin ada di antara kalian backpacker kere(n) (seperti kami) yang sedang cari penginapan murah.
Good Morning Terawangan *Kiss muah muah
Pagi-pagi kami langsung jejong menghirup udara segar tepi pantai, kalau si Toekang Poetret se pastinya sibuk motret, Nyonya Kelepon khusyuk melihat-lihat pemandangan sekitar, sedangkan saya sibuk mencatat suasana di Terawangan pagi itu. Saya begitu suka dengan papan-papan petunjuk di sepanjang jalan Terawangan. Ini beberapa penampakan yang saya ambil dari hasil jepretan si Toekang Poetret.
Dan mengikuti gaya mabok makro si Toekang Poetret saya pun mencoba memotret jamur kecil di depan kamar penginapan.
jepret makro abis subuh |
Pagi itu kami juga bertemu Inaq penjual nasi bungkus. Di Mataram nasi bungkus kecil begini harganya paling Cuma 3.000 rupiah, di sini meroket jadi 10.000 rupiah *ouh. Tapi inaq ini memberikan kami harga diskon 8.000 rupiah satu bungkus * horray nari nari nggak jelas.
Uhuk.. |
Inaq ini ternyata pendatang di terawangan, ia sendiri menyewa kos di Terawangan seharga 700.000 per bulan. Jadi jika ia menjual nasi bungkus ukuran kecil begitu dengan harga 10.000 kami bisa maklum, toh dia juga mengejar setoran *jadi merasa bersalah dapat diskon.
Kamipun melanjutkan jalan-jalan pagi kami. Melihat beberapa karyawan cafe dan restaurant tengah menata kursi dan meja. Melihat beberap kusir cidomo mulai bergerak, juga beberapa wisatawan dan wisatawati yang wara wiri dengan sepedanya. Bahkan kami bertemu couple yang sedang lari pagi *sexy couple yeah!
Setelah puas jalan-jalan sambil berpose dengan jepretan dari camera si Toekang Poetret, kami pun akhirnya kembali ke penginapan. Waktunya beres-beres girls! Di penginapan Pak Heru waktu untuk kabur pukul 10 pagi. Kami pun menyerahkan kunci penginapan dan melambai dengan tekad dalam hati kalau ke Terawangan suatu hari nanti bakalan nginep di Lucky Room lagi, hihihi
Bye Terawangan, See You
Setelah pamit dari Lucky Room kami menuju Loket pembelian tiket. Kali ini harganya 10.000 tanpa biaya retribusi, ya iyalah! Tu tambahan biaya kan cuma pas mau masuk ke Terawangan aja! Sambil menunggu kuota penumpang penuh kami pun melanjutkan jepret-jepret.
tiket nyebrang ke Bangsal untuk saya, Nyai Kelepon n Toekang Poetret |
Hanya sekitar 10 menit kemudian, panggilan dari penunggu Loket *jin kaleeee pake kata penunggu! Meminta kami untuk bersiap-siap menuju kapal penyebrangan.
Saya kebagian duduk dekat cewek bule yang merokok. Asep bok! *meranaaa!
Ngeeeeeeeeeng, ngeeeeeeeng, ngeeeeeeeeeng *suara mesin kapal
Selama perjalanan saya tertidur. Eh bukan saya doang mah.. 80% penumpang pada ngorok semua, termasuk Nyai Kelepon dan si Toekang Jepret. iyaa.. kecapean libur kali ya hihi.
Begitu sampai Bangsal, hujan mengguyur kami. Akhirnya kami kucluk-kucluk berlari kecil dan berteduh di dekat dagang bakso *kruyuuuk laper!!
Setelah saling memandang satu sama lain, kami bertiga memutuskan untuk memesan 3 porsi bakso. Hujan dan bakso, memang jodoh euy! Angeeet! Akhirnya terlihatlah tiga gadis unyu menikmati bakso di antara hujan yang turun di Bangsal pagi itu :)
sangu perjalanan pulang :) |
Bersamaan dengan hujan saat itu, saya merenungi dan menyadari sesadar-sadarnya bahwa perjalanan kali ini mengajarkan banyak hal untuk saya, banyak hal... banyak...
"Berjalanlah engkau di muka bumi....."
iya Ya Rabb.. hamba mengerti..
jadi kangen trawangan, kita nginap juga murah di beach wind cuman 1 juta untuk 2 rumah AC dan 2 malam.
ReplyDeletega konsisten banget se nyebutnya. uda nyonya, uda nyai.
ReplyDeletesengaja... Malahan ane mau nambah lagi dengan nyebut Onyah Kelepon :)
Deleteowa... berarti ntar kalo ada ksempatan k terawangan lagi, sy coba telusuri... *cling.. haa? 1 kamar 15 orang, tidurnya gimana atuh akang? kayak pindang pastinya ne hahaha.. :D
ReplyDelete