Lampaq-Lampaq
Episode 2
Oke setelah berkelana ke bagian Lombok Selatan, saya
jadi demen dan ketagihan jalan-jalan. Akhirnya saya, si Toekang Poetret dan
Nyonya Kelepon memutuskan untuk menghabiskan weekend di Gili Air. Rencana awal
se di Gili Air seperti angan-angan saya semenjak menulis tentang Gili Air yang
katanya lebih sepi dibanding saudaranya si Gili Terawangan. Masih ingat kan tentang
saya yang sok-sokan menulis tentang wisata Lombok tapi nyatanya nggak pernah
benar-benar menjejakkan kaki di area wisata, huks.. Adapun Gili Meno menurut saya terlalu sepi,
cocoknya buat para honeymooners dan para jiwa petapa. Jadi yang paling pas
dengan jiwa saya nampaknya adalah pulau Air.
Masalah mulai
occur, hasil searching di nona Gugel menyatakan bahwa kapal menuju Gili Air hanya berangkat pagi, sedangkan hari Sabtu saya pulang kerja pukul 2 siang. Jadilah kami bersemedi guna memutuskan alur perjalanan kami. Nyonya Kelepon mencari wangsit dalam persemediannya di dapur, dan endingnya menyarankan agar kami menuju Gili Meno saja, dia tidak menawarkan Terawangan karena tahu bahwa saya dari awal keras nggak mau ke Terawangan. Alasannya di terawangan terlalu banyak bule lady dengan bikini dan tentunya bule mister yang mungkin bakalan mamerin six pack nya *ouh yeah sebenernya doyan juga yg beginian #PLAKK!! SADAR! SADAR! Judul travelling kita kan Tadabur alam, so mesti minimalisir ‘tontonan’ yang ‘wow’.
occur, hasil searching di nona Gugel menyatakan bahwa kapal menuju Gili Air hanya berangkat pagi, sedangkan hari Sabtu saya pulang kerja pukul 2 siang. Jadilah kami bersemedi guna memutuskan alur perjalanan kami. Nyonya Kelepon mencari wangsit dalam persemediannya di dapur, dan endingnya menyarankan agar kami menuju Gili Meno saja, dia tidak menawarkan Terawangan karena tahu bahwa saya dari awal keras nggak mau ke Terawangan. Alasannya di terawangan terlalu banyak bule lady dengan bikini dan tentunya bule mister yang mungkin bakalan mamerin six pack nya *ouh yeah sebenernya doyan juga yg beginian #PLAKK!! SADAR! SADAR! Judul travelling kita kan Tadabur alam, so mesti minimalisir ‘tontonan’ yang ‘wow’.
Akhirnya setelah berpikir, merenung dan bertapa saya
pun menyetujui peralihan tujuan travelling kami dari Gili Air menuju Gili Meno
*wallow dalam hati masih rada gak rela uhuk.
Rute Perjalanan
Kami berangkat pukul 2.30 siang dari Mataram,
melewati rute Gunung Sari- Hutan Pusuk- Pelabuhan Bangsal. Dengan kecepatan 40
km/jam kami sampai di pelabuhan bangsal pukul 3.30, ya 1 jam perjalanan. Jika
kalian lebih ngebut mungkin bisa sampai lebih cepat, tergantung kecepatan dan
rute yang diambil. Karena ada juga rute yang melewati Senggigi. Perjalanan ke
sana lebih baik dari yang saya bayangkan. Jalannya mulus, walaupun memang
banyak tikungan tajam dan berkelok tapi suasana pegunungan dan hutan rindang
ditambah lagi hawa sejuk menjadikan saya begitu menikmati pemandangan sepanjang
perjalanan. Ngerasa free, damai dan nyaman! Rekomen banget buat yang lagi pada
sumpek!
Begitu sampai hutan pusuk ada monyet-monyet unyu yang
berkeliaran di pinggir jalan, itulah sebabnya jika kalian menuju bangsal
melewati Hutan Pusuk sebaiknya kurangi kecepatan karena monyet-monyet abu itu kadang
berpose aneh di tengah jalan *kayaknya waktu itu ada pemilihan Miss dan Mister Nyet
2013 hihi.
Pelabuhan Bangsal
Begitu sampai di Bangsal, kami langsung mencari
tempat parkir aman. Tempat parkirnya seperti gudang, so ngerasa lebih tenang
ninggalin my matic Enbi. Ada beberapa
pilihan se. Tarif parkir waktu itu, kata si Mas yang jaga 5 ribu rupiah, tapi
karena tahu kami akan menginap di Gili,
mas nya bilang bisa tetap bayar 5 ribu jika kembali sebelum pukul 10 besok
paginya. Namun jika kami kembali diatas pukul 10 pagi maka tarifnya berubah
menjadi 10 ribu rupiah. Kami iya-iyakan saja. Tujuan tanya tarif agar kami menyisakan uang parkir dan tidak
khilaf menghabiskan sangu di Gili nanti .
Setelah urusan parkir selesai kami bergegas menuju
tempat penjualan tiket. WARNING YA! Jangan pernah membeli tiket di CALO karcis
yang gentayangan di pintu loket. Beberapa diantara mereka akan bilang bahwa
harga yang mereka berikan akan lebih
murah. Waktu itu si calo nawarin 30.000 rupiah dan kasi informasi palsu bahwa
harga tiket di loket 40.000. Ini akal-akalan dia supaya kita beli tiket dari
dia. Informasi ini palsu saudara-saudara, PALSU!
O ya berdasarkan peraturan pemerintah yang baru,
setiap kita memasuki area pantai kita akan dikenakan biaya retribusi (biaya masuk) sebesar
2.500 rupiah untuk wisatawan domestik, kalau untuk wisatawan asing lain lagi, sekitar 5.000 rupiah kalau nggak salah. Jadi harga tiket menyebrang ke Gili akan ditambah biaya
retribusi sehingga tarif nyebrang jadi kayak gini ni:
- Gili Air 8000 +2500 = 10.500
- Gili Meno 9000 +2500 = 11.500
- Gili Terawangan 10.000 + 2500 = 12.500
Masalah occur lagi, penjaga loket bilang penyebrangan
ke Gili meno akan berangkat pukul 5 sore, sedangkan waktu itu baru pukul 3.30.
Jika ingin tetap ke Meno kami harus menunggu 1,5 jam *Ouh!
Akhirnya dengan semua pertimbangan yang ada kami
memutuskan untuk ikut menyebrang ke Gili Terawangan yang saat itu hendak
berangkat. *Padahal Terawangan adalah pilihan paling bontot dan nyaris tidak
ada di list saya.
Rahasia Allah, ini seperti teguran untuk saya
pribadi. Allah lah yang punya kekuasaan, saya (sebagai manusia) hanya bisa
berencana, Allah lah yang memutuskan. Saya memohon ampun dalam hati, selama
berada di kapal penyebrangan saya banyak merenung. *SUOMBONG GILA!! Saya bahkan
lupa bahwa niat awal kami adalah rihlah dengan ridha Allah. Dan ya.. ternyata kali
ini bukan Gili Air, ataupun Meno tapi Terawangan lah tujuan weekend yang Allah
baikkan untuk kami.
Penyebrangan
Di dalam kapal saya bertemu sepasang suami istri,
inaq-inaq (sasak= ibu-ibu-red) asli orang Terawangan. Sifat sanguin saya
muncul, say helo lalu ngoceh tanya ini-itu. Inaq itu namnya Inaq Sri, dia
bercerita bahwa dia asli Terawangan, tapi suaminya orang Jawa. Itu yang di
kapal bareng dia adalah suami keduanya, suami pertamanya meninggal beberapa
tahun lalu. Dia juga bercerita tentang tanahnya yang dibeli orang bule di
Terawangan yang kalau tidak salah seharga 300 juta. *kapan bisa beli tanah di
Gili sayanya?
Nyebrang ke Gili Terawangan |
Dan khasnya inaq-inaq, dia pun mengundang kami mampir di rumahnya nanti. Saya se ngangguk-ngangguk aja, dalem hati bole juga kali aja dapat makan gratis *otak gratisan, sifat anak kos masih nyangkut, sekte sesat!
Penyebrangan ke Terawangan membutuhkan waktu 30
menit. Ombak waktu itu sedang-sedang saja, saya bahkan berharap ombaknya lebih
besar agar tangan saya yang kecil mungil pendek ini bisa menyentuh air laut.
Awalnya si Nyonya Kelepon mewanti-wanti dan mencurigai saya akan mabok laut.
Tapi dengan wajah lady ala bangsawan saya berkata tidak, dan ya.. Alhamdulillah
saya memang bukan tipe yang suka mabok laut. Enjoy aja, happy, muter-muter
bolak-balik dalam kapal.
Pengeeeen....! Eh, total ke Lombok ini berapa hari? Habis berapa?
ReplyDeleteTotal ke Lombok? saya mah emang asli Lombok mas.. :) jadi kalo untuk biaya ke Terawangan paling biaya bensin ke Bangsal+ tiket nyebrang bolak-balik +sewa penginapan +makan aja. Makannya juga hasil berburu dagang ibu-ibu lokal or nongkrong di warung.
Delete15.000 (isi bensinnya fulll) +12.500 (nyebrang ke terawangan) + 10.000 (nyebrang pulang) + 100.000 (nginep semalam)+ 50.000 (makan, kalo snack bawa dari mataram hahahaha). Jadi totalnya 187.500.
hihihi... cuma sehari semalem se di sana, itu bisa dibilang cuma pergi ninjau, kunjungan sebenarnya mungkin lain waktu. Kemarin juga tidak keliling jauh-jauh, cuma muter sekitar penginapan saja. Belum sempat sewa sepeda juga, katanya kalo sewa sepeda 50.000 seharian. ya.. mungkin next time kali ya :)
Thanks uda mampir mas Brahmanto Anindito :)