Wednesday, August 14, 2013

Mengintip Senyum di Dapur BIOGAS

Ramadhan kemarin saya berkesempatan sedikit berpetualang dalam rangka berburu materi terkait Green Energy yang merupakan salah satu topik dalam Green Competition 2013 yang diadakan oleh Biogas Rumah (BIRU). Dari tiga kategori lomba yang ada yakni Feature Article, Photo Story dan Campaign-Kit Design, saya memilih yang pertama. 

Jika saya tidak salah ingat, ini pertama kalinya saya mengikuti sebuah lomba penulisan nonfiksi. Jenis feature article juga tidak begitu saya pahami. Akhirnya saya menggunakan sekitar 30 menit untuk berkonsultasi dengan Nuna Google sehingga mendapat beberapa pencerahan :)

Ternyata Feature Article merupakan sebuah tulisan nonfiksi yang ditulis dengan lebih hidup sebagai ungkapan daya kreatif, jadi ada sentuhan subyektif yang kuat dari penulis terhadap peristiwa, situasi atau aspek kehidupan yang ingin ia tulis, dimana biasanya memang lebih banyak mengambil aspek human interest. Selain bertujuan untuk memberi informasi, feature article juga ditujukan untuk menghibur, mendidik dan tentunya meyakinkan pembaca mengenai materi yang dibahas.

Untuk memperoleh informasi biogas sayapun memulai perburuan dengan research kecil di internet mengenai daerah mana saja yang sudah mulai menggunakan Biogas. Luckily, NTB khususnya Lombok ternyata telah menjadi satu diantara 9 propinsi yang daerahnya menjadi sasaran program BIRU Indonesia sejak 2009 lalu. Program ini dikelola dan diterapkan oleh HIVOS (Institut Kemanusiaan untuk Kerjasama Pembangunan) yang turut dibantu secara teknis oleh SNV (lembaga Pembangunan Belanda). Ini seperti jodoh bagi program Bumi Sejuta Sapi-nya pemerintah NTB. Tentunya populasi sapi yang meningkat akan memberikan dampak tersendiri terhadap lingkungan. Salah satu pembahasan di situs BIRU mengungkap hasil penelitian yang menyatakan bahwa sapi dapat menghasilkan 10 kg kotoran perhari. Dan silahkan hitung sendiri jika sapinya ada sejuta :p 

Kotoran sapi ini jika didiamkan tentunya menjadi limbah dan polusi udara, selain mengganggu pandangan mata juga menimbulkan bau tak sedap. Dan ada yang lebih berbahaya lho, ternyata proses penguraian  
mikroorganisme dalam kotoran sapi juga menyebabkan terlepasnya gas methan yang merupakan salah satu gas rumah kaca. Gas ini disebut-sebut 40 kali lebih ganas dibandingkan efek gas rumah kaca dari CO2 dalam menyerang lapisan ozon. Nah untuk meminimalisir dampak negatif dan menghibur para sapi, kotoran sapi-sapi ini dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biogas *Wow! Mr. Cow must be very happy now :)

Dari hasil research di internet, saya mengetahui bahwa pengguna terbanyak Biogas di Lombok berada di kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara. Dari hasil tanya sana-sini dan ‘bertapa’ selama 3 hari akhirnya saya bertemu dengan Mba Mutia yang dengan baik hatinya berkenan menemani saya melakukan kunjungan ke daerah Senteluk dimana banyak pengguna biogas berada. Mba Mutia memandu saya menuju sebuah Dusun yang bernama Senteluk Daye yang masih termasuk kecamatan Batu Layar-di Lombok Barat. Tidak mengherankan banyak warga dusun ini yang memelihara sapi karena memang sebagian besar penduduknya adalah petani.

Mengintip Dapur Biogas
Rumah pertama yang kami intip dapurnya adalah rumah inaq Mas’ah. Beliau pemalu tapi sangat ramah dan terbuka. Ia bahkan memberi ijin pada saya untuk mengulek bumbu pecel yang sedang ia siapkan untuk menu buka puasa :) Inaq Mas’ah sudah menggunakan biogas selama 2 tahun, ia termasuk orang pertama yang berhasil membuat reaktor biogas di dusun ini. Kami pun diajak berkeliling melihat bentuk asli reaktor biogas yang berada tepat di samping kandang sapi miliknya. 

Reaktor inilah yang nanti berfungsi mengubah kotoran sapi menjadi biogas. Bentuknya seperti kubah yang dibuat dari batu dan beton. Nantinya kotoran sapi dan air akan dimasukkan kedalam inlet (tangki pencampur) yang mirip sumur, campuran ini akan mengalir menuju kubah dimana nantinya akan berfermentasi menghasilkan gas. Setelah itu gas akan terkumpul di dalam ruang penampung gas yang kemudian akan mengalir ke kompor dapur melalui pipa.
Inaq Mas'ah dan kompor biogasnya :)
Bagi inaq Mas’ah dampak paling besar yang ia rasakan selama memakai biogas adalah berkurangnya pengeluaran untuk dapur. Tentu saja, kini ia tak perlu rutin membeli elpiji, api kompornya tetap bisa menyala garang dengan adanya biogas. Dan tentunya saya tak perlu cerita mengenai nasib si tungku :)

Ini gambar Manometer (pengukur tekanan) dan keran Gas yang diipasang di dapur
Lain dapur lain pula ceritanya. Setelah ‘mengganggu’ inaq Mas’ah kami melanjutkan ketukan ke dapur Inaq Zubaedah. Ia lebih ceria, lincah dan bersemangat, juga nampak talkative. Kami juga bertemu suaminya-pak Bahraeni- yang dengan lancar menjelaskan bagaiman proses dan cara kerja reaktor biogas. Penjelasannya benar-benar jelas dan gampang dimengerti. Beliau bahkan mengijinkan saya untuk mengutak-atik inlet reaktor dan kompor di dapurnya. Sedangkan Inaq Zubaedah sangat bersemangat menceritakan bagaimana ‘proses belajar’ yang ia dapat dari tim penyuluh BIRU. Plus! Sebuah foto dengan bingkai cantik di dinding rumahnya yang memperlihatkan ia, suami dan anaknya bersama tim penyuluh *I thought it was a happy moment for her

Nah ini pasangan inaq Zu dan Pak Bahraeni, berpose di depan  inlet (tangki pencampur) Biogas ^.^
Ketika saya tanya apa yang paling berkesan baginya, ia hanya menjawab pendek dengan mata berbinar bahwa pantat pancinya tak lagi hitam dan cepat rusak. Menurutnya nyala api dari biogas jauh lebih lembut sehingga masakannya pun jarang gosong. Saya tersenyum dalam hati, mengangguk dan mencatat ‘pelajaran’ lain dari kisah biogas ini.
Para calon professor dan pembelajar yang akan membaikkan ummat, insya Allah :)
Saya belum pernah tahu bahwa pantat panci bisa memberikan kebahagiaan yang tak kecil bagi seseorang. Dan setelah membaca beragam cerita di situs BIRU, saya iri pada orang yang memiliki ide tentang reaktor biogas ini, banyak dapur yang terselamatkan ditengah jeritan akibat naiknya harga BBM, banyak orang hidupnya jadi lebih baik karena menjadi lebih mandiri tanpa terlalu tergantung pada pasokan energi yang disediakan oleh negara. Terutama dengan adanya lampu biogas dimana gas dari reaktor BIRU juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk lampu. Tentunya ini sangat bermanfaat bagi daerah-daerah yang minim akses listrik (tapi punya banyak sapi :p)

Mhm.. Iri pada kebaikan? Semoga itu memacu kita menjadi lebih baik, lebih peduli, ya.. lebih bermanfaat :)

P.S
Hidup sapi! Tapi ngomong-ngomong bentar lagi hari raya qurban :p

6 comments:

  1. Replies
    1. iya... sayanya yang telat tahu, ternyata program BIRU uda jalan sejak 2009 lalu...

      Delete
  2. wahh mantab, irit dan ramah lingkungan

    ReplyDelete
  3. ee sapi...haha...pke ee kuda kykx lbh bgus

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya... kotoran ternak.. nggak sebatas kotoran sapi aja :) cuma dalam tulisan ini saya nemunya mereka pake kotoran sapi.. lebih populer juga di kalangan petani, mereka kan bajak sawah pake sapi :) Nanti mungkin ada waktunya mencari yang biogasnya pake kotoran kuda :p

      Delete